Rabu, 11 Agustus 2010

Pantaskah Kita Hidup Boros?

Hujan Uang
Suatu waktu aku melihat sebuah kejadian yang begitu membuatku miris. Aku ingat, saat itu hari sabtu, 11 April kemaren di PAL Sruweng, kebumen. Aku, yang sedang duduk di teras rumah temanku yang tepat di pinggir jalan raya yang lumayan ramai waktu itu, melihat sebuah fenomena.
Ada uang Rp 10rb yang jatuh di tengah jalan raya. Ada seorang tulang becak yang melihat uang itu. Secara spontan, tanpa tengok kanan kiri, dia lari ke tengah jalan, menginjak uang tersebut dengan sandal usangnya dan membungkuk memungut uang tersebut. Jeda 1-5 detik, ada sebuah motor dari arah barat. Klakson mungkin terlambat dibunyikan, tapi refleks tukang becak menyelamatkannya dari sebuah benturan yang bisa membuatnya pindah rumah ke rumah sakit. Dia terlonjak ke belakang. Suatu keberuntungan, dr arah lain tak ada kendaraan.


Hanya demi uang yang mungkin bagi kita mungkin hanya cukup untuk sekali jajan itu, ada orang yang tak lagi peduli akan nyawanya.
Wahai orang-orang yang punya anugrah rizki berlebih, pantaskah kita menghambur-hamburkan harta kita secara berlebih?

 Q.S. Al Isra': 26

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros."

Analogi Sederhana Rukun Islam

Ada sebuah hadits yang mengatakan:
Islam dibangun diatas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilaah yang berhak disembah kecuali Allah semata dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan shaum di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima perkara di atas dinamakan rukun islam.
  • Membaca Syahatain (Dua kalimat shahadat)
          Kalimat syahadat merupakan pintu masuk menuju agama islam. Dengan mengucapkan kalimat syahadat dan kesungguhan niat memeluk islam, seseorang sudah bisa dikatakan sebagai seorang muslim.
Syahadat merupakan bentuk kesaksian kita bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah.
Berikut ini adalah lafal syahadat:


  • Mendirikan shalat
  • Membayar zakat
  • Menunaikan puasa
  • Berangkat ke baitullah / menunaikan haji

           Sekarang kita analogikan islam dengan sebatang pensil. Sedangkan 5 rukun islam kita analogikan 5 jari tangan yang kita miliki. Ketika  kita menggenggam pensil dengan kelima jari kita, bayangkanlah, betapa eratnya genggaman kita, sehingga tidak mungkin pensil itu akan terlepas meski ada yang menariknya. Sama saja dengan seorang muslim, ketika ia melakukan kelima rukun islam dengan sempurna, bisa dikatakan ia telah menggenggam islam dengan sangat erat. Cobaan dan ujian yang ada pun tak akan mampu menggoyahkan keislamannya.

Saat kita belum mampu melaksanakan rukun ke lima (haji), kita msh bsa memegang keislaman kita dengan cukup kuat (memegang bolpoin dengan jari kelingking terlepas). Bukan kah haji hanya untuk orang yang mampu.

Saat kita meninggalkan rukun ke 4 (puasa) karena sakit atau tidak mampu berpuasa, Allah masih memberi toleransi kepada kita dengan mengganti puasa di lain hari atau membayar fidyah. Analoginya, kita memegang bolpoin dengan 3 jari karena jari manis ikut terlepas dari pegangan. Meski pegangan kita lemah, tapi setidaknya kita masih bisa memegangnya.

Saat kita meninggalkan rukun ke tiga (zakat) karena kita orang miskin misalnya, Allah juga masih mentolerir kita. Zakat hanya untuk orang yang mampu. Analoginya, tinggal ibu jari dan telunjuk yang memegang bolpoin.

Sekarang tinggal 2 jari yang tersisa karena kita hanya berucap shahadat dan melakukan sholat. Dua rukun tersebut adalah pondasi dasar keislaman kita. Ketika kita melepaskan salah satu, lepas lah keislaman kita.
Ibu jari dan telunjuk memegang bolpoin. Saat kita melepaskan 1 jari, bolpoin akan jatuh terlepas dari genggaman kita.



Itulah mengapa Allah tidak mentolerir seorang muslim yang meninggalkan sholat meski dia sedang sakit atau bahkan saat tidak ada air untuk wudhu. Alasannya, meninggalkan sholat berarti melepaskan keislaman.